Manusia
adalah makhluk yang unik sekaligs aneh. Dalam senbuah teori yang populer
dikatakan bahwa mereka adalah spesies yang berhasil survive dan menyempurnakan diri dalam sebuah rangkaian evolusi yang
panjang yang melibatkan mereka dan lingkungannya. Rangkaian evolusi itu
akhirnya memunculkan sebuah individu dengan segala karakter dan kemampuan yang
melekat padanya. Mereka adalah satu-satunya mamalia yang mampu berpikir dengan
logika hingga dapat menyelesaikan berbagai masalah yang kompleks dalam
kehidupannya. Dengan segala kemampuan itulah yang membuat manusia menjadi
berbeda dengan makhluk-makhluk hidup lainnya.
Realitanya
dalam kehiduan, seringkali kemampuan itu malah semakin menambah masalah yang ada
dan membuat kehidupan manusia kian rumit dibandingkan kehidupan makhluk-makhluk
lainnya. Kemiskinan, perbudakan, perang dan berbagai pergolakan yang mewarnai
kehidupan manusia telah menjadi buah dari keserakahan pengetahuan yang kita
miliki. Perkembangan intelektul pada manusia malah sering membuat sebagian
manusia menjadi penindas atas manusia yang lainnya. Homo Homini Lupus, Manusia sebagai serigala bagi sesamanya.
Ungkapan tersebut mungkin cocok bila kita bangdingkan dengan realita yang
terjadi sekarang.
Manusia
menciptakan sistem kehidupan mereka sendiri. Dengan perkembangan peradaban
mereka membuat urusan mereka kian bertambah banyak dan semakin kompleks
dibandingkan makhluk hidup lainnya. Kebutuhan hidup tak lagi hanya sebatas
sandang, pangan dan papan. Perkembangan peradaban dan kemajuan teknologi secara
tidak langsung juga berbanding lurus terhadap tingkat keragaman kebutuhan hidup
manusia. Belum lagi dengan fenomena berkembangnya budaya hedonisme yang memaksa manusia untuk selalu meningkatkan standar
hidupnya dan terus bersaing dengan manusia lainnya.
Perilaku
hedonisme ini kemudian membawa
manusia pada sifat serakah yang semakin tinggi. Persaingan untuk menjadi yang
terkuat kemudian menjadikan manusia menggunakan segala cara, termasuk dengan memanfaatkan
manusia lainnya. Keserakahan inilah yang membawa manusia untuk memberanikan
diri melewati benua dan melintasi samudera luas. Dari penjelajahan samudera ini
kemudian berkembang menjadi saling menjajah dan memperbudak manusia-manusia
lainnya. Akhirnya yang terjadi adalah kembalinya siklus terkutuk bahwa yang
kuat adalah yang berkuasa. Kalau sudah demikian adanya akal atau tidakpun
seakan tiada bedanya.
Selain
mengandalkan akal, peradaban manusia juga memiliki nilai-nilai dasar dalam
tatanan kehidupan yang disebut sebagai agama. Dalam berbagai teologi terpopuler
di dunia, sebenarnya terdapat kesamaan tentang nilai-nilai yang mendorong
perbuatan baik kepada sesama. Seluruh agama di dunia pada dasarnya telah
mengajarkan manusia untuk bertindak baik terhadap orang lain agar kehidupan
mereka juga mendapat kebaikan. Ajaran itulah yang tertanam dalam berbagai agama
di dunia sebagaimana fungsi dari agama itu sendiri sebagai sarana untuk
mengatur kehidupan manusia.
Namun
kita juga dihadapkan pada kenyataan bahwa agama yang telah disalahgunakan
manusia sebagai senjata untuk memusuhi manusia lainnya. Orang-orang yang tidak
sependapat dianggap lawan. Manusia saling menghujat dan mengkafirkan hanya
karena berbeda keyakinan. Berbagai tragedi kemanusiaan hingga pertumpahan darah
karena masalah agama telah banyak tergores dalam catatan hitam peradaban
manusia. Dengan realita seperti itu pantaslah kalau Karl Marx mengatakan bahwa
agama adalah candu bagi masyarakat.
Hal ini tentunya membuat miris karena sebagai
umat beragama kita tentunya diajarkan untuk berbuat baik kepada sesama. Kita
diajarkan bahwa hakikatnya manusia adalah saudara yang satu dari keturunan Adam. Bukan sebagai
hasil evolusi seperti kata Darwin. Dalam agama juga diajarkan bahwa hakikat
manusia yang baik adalah manusia yang berguna bagi manusia lainnya dan bersikap
baik pada sesamanya. Bahwa sebenarnya jika kita fikiran dan resapi, agama
sebernarnya telah mengajarkan kebaikan dan mengatur untuk berbuat baik. Namun
entah bagaiman realita yang terjadi malah sebaliknya. Mungkin mamalia serakah
ini tidak pernah bisa mengerti ajaran agama yang terlampau tinggi bagi
pemahamannya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar