Mao Zedong berkeinginan
menjadikan China sebagai negara modern kelas satu di dunia. Ambisinya untuk
membuat China bersaing melampaui Inggris dalam 15 tahun kedepan membuatnya
merubah strategi pembangunan China. Pada mei 1958, Ia membuat gebrakan untuk
membangkitkan ekonomi China lewat industrialisasi besar-besaran dengan
memanfaatkan jumlah tenaga kerja murah.
Untuk melaksanakan
Gerakan Lompatan Jauh ke Depan, pada tahun 1958 pemerintah Komunis China
dibawah kepemimpinan Mao Zedong membentuk Komune Rakyat (Rentnin Gongse) di
pedesaan. Komune Rakyat ini merupakan rancangan Pemerintah China sebagai
mekanisme untuk memungkinkan terjadinya transisi dari tahap sosialis menuju
komunisme. Secara teroritis, Komune Rakyat merupakan kesatuan usaha swadaya
yang dapat memenuhi semua kebutuhan konsumsi, produksi, dan investasi
masyarakat. Semua kegiatan ekonomi, politik, militer maupun kebudayaan
diharapkan dapat dilakukan oleh Komune Rakyat sehingga perbedaan antar kelompok
fungsional dapat dihapuskan. Seluruh China dibentuk unit- unit baru yang
terdiri dari 2.000- 20.000 rumah tangga. Rakyat menjadi lebih mudah
dikendalikan karena hidup dalam suatu sistem yang diorganisir dan tidak
dibiarkan berinisiatif sendiri. Jika fungsi- fungsi tersebut dapat terlaksana
dengan baik, diharapkan mampu mengembangkan pembangunan sektor pertanian dan
industri secara bersama- sama(Leo Agung, 2012: 47).
Dalam pelaksanaannya,
Gerakan Lompatan Jauh ke Depan ini ditandai dengan beberapa hal, antara lain:
1.
Mobilisasi tenaga kerja dalam skala besar
untuk mengerjakan proyek-proyek pembangunan
yang telah ditentukan pemerintah dengan disertai pengawasan ketat oleh
partai.
2.
Peranan intensif material dikurangi
hingga batas seminimal mungkin.
3.
Kebutuhan pokok rakyat ditekan, termasuk
dalam penyaluran makanan pada komune-komune.
4.
Segala bentuk usaha milik swasta
diberhentikan dan diambil alih oleh negara.
5.
Pengarahan politik lebih dipertimbangkan
dari pada pertimbangan teknis dan manajemen yang sehat.
6.
Target yang irasional dari pemerintah,
baik kepada sektor pertanian maupun industri tanpa mempertimbangkan kemampuan
rakyat.
Gerakan Lompatan Jauh
ke Depan pada akhirnya memperlihatkan hasil yang bertolak belakang dari apa
yang diharapkan Mao Zedong. Dari sektor pertanian, dengan adanya sistem komunal
dan tuntutan produksi yang setiap tahun terus bertambah tinggi dan tidak masuk
akal membuat rakyat menjadi kelaparan. Pemerintah China demi menghormati
konraknya dengan pihak asing dan menjaga reputasi internasionalnya kemudian
memutuskan untuk menaikkan kuota ekspor hingga pada tahun1960 memunculkan
kebijakan “ekspor di atas segalanya”. Konsekuensi dari kebijakan politik itu
berdampak pada meningkatnya jumlah gandum sebagai komoditas utama yang harus
diserahkan kepada negara. Dampaknya adalah kehidupan penduduk desa menjadi
hancur. Gandum hanya bisa diperoleh di beberapa kota sehingga desa- desa
menjadi kelaparan(Frank Dikotter, 2012: 191).
Kelangkaan bahan
makanan pokok juga diakibatkan oleh adanya bencana alam. Tercatat antara tahun
1960-1961 di provinsi Yunan sebanyak 70 ton bahan pangan lenyap dihantam
kebakaran. Hal tersebut diperparah dengan manajemen penyimpanan yang buruk.
Banyak gandum yang disimpan di gudang-gudang penyimpanan yang membusuk karena
mengandung terlalu banyak air. Sistem transportasi juga mengalami imbasnya.
Pada awal 1959, sistem kereta api banyak mengalami kelumpuhan karena kewalahan
memenuhi tuntutan untuk mengangkut barang ke penjuru negeri menjadi semakin
tinggi. Banyak kereta api yang cepat kehabisan bahan bakar yang mengakibatkan
terputusnya pasokan benih ke beberapa penjuru negeri. Hal itu berakibat
terhadap tidak adanya cukup benih untuk ditanam yang membuat banyak lahan
menjadi terbengkalai(Frank Dikotter, 2012: 197).
Sistem komune yang
diterapkan pemerintah juga menemui banyak persoalan. Kepemilikan bersama
terhadap seluruh alat-alat pertanian membuat perawatan alat- alat tersebut
menjadi terbengkalai. Tidak ada yang benar-benar mau bertanggung jawab terhadap
perawatan alat- alat produksi.hal itu ditambah dengan penggunaan peralatan
secara diforsir mengakibatkan banyak peralatan pertanian cepat mengalami
kerusakan.
Pada bidang industri
juga mengalami permasalahan. Jumlah produksi yang dipaksakan untuk mencapai
target yang tinggi sering kali menghasilkan barang dengan kualitas dibawah
standar. Tercatat lebih dari 20 persen hasil barang produksi baja dalam kondisi
cacat. Di provinsi Henan, separuh lebih dari baja yang diproduksi di pabrik
termasuk kualitas tingkat kedua atau lebih jelek(Frank Dikotter, 2012: 209).
Kualitas kebersihan yang buruk pada pabrik- pabrik pemerintah tersebut juga
berdampak terhadap menurunnya kesehatan para buruh pekerja. Hal itu pada
akhirnya berpengaruh terhadap menurunnya produktivitas kerja para buruh.
Pelaksanaan gerakan
Lompatan Jauh ke Depan yang kurang perhitungan dan terkesan dipaksakan
menimbulkan banyak dampak terhadap kehidupan masyarakat China. Gerakan
komunalisme China dinilai berlangsung terlalu cepat. Hal itu diperparah dengan
tidak adanya kelembagaaan yang baik, tenaga ahli yang sangat terbatas serta
perencanaan yang kurang matang menyebabkan gerakan Lompatan Jauh ke Depan
mengalami kegagalan.
Kelaparan yang terjadi
terus meluas ke seluruh China. Kebanyakan dari mereka adalah para petani. Hal
itu terjadi karena pemerintah lebih memprioritaskan masyarakat kota dari pada
para petani di desa. Begitu parahnya krisis yang melanda kala itu sehingga ada
yang menyebutnya “krisis besar”. Dalam krisis kelaparan itu tercatat lebih dari
10 juta penduduk China tewas. Krisis yang terus berlanjut hingga awal 1961
memaksa Mao Zedong menghentikan kebijakan ekonominya. Ia kemudian menyerahkan
jabatannya kepada presiden Liu.
DAFTAR PUSTAKA:
Agung,
Leo, 2012, Sejarah Asia Timur 2,
Yogyakarta: Penerbit Ombak
Dikoter,
Frank, 2012, Kelaparan Hebat di Masa Mao,Diterjemahkan
oleh: Noviatri, Jakarta: Elex Media Komputindo
Tidak ada komentar:
Posting Komentar